Kamis, 16 Mei 2019

MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA

Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia

Perjalanan Islam (Foto: en.wikipedia.org)
Berbicara tentang sejarah, pada umumnya generasi-generasi muda kita ini masih kurang sadar akan sejarah dan sampai beranggapan bahwa sejarah itu tidaklah penting. Nyatanya, negara kita yang mayoritas beragama Islam tak bisa dilepaskan dari sejarah. Islam muncul di Indonesia tidak secara cuma-cuma, melainkan melalui proses yang cukup panjang.
Secara terminologis, sejarah diangkat dari bahasa Arab, syajaratun yang berarti pohon. Secara terminologis saja, kata ini sudah menggambarkan pendekatan ilmu sejarah yang lebih analogis; karena memberikan gambaran pertumbuhan peradaban manusia dengan “pohon”, yang tubuh dari biji kecil menjadi pohon yang besar, rindang, dan berkesinambungan. Oleh karena itu, untuk dapat menangkap pelajaran, maksud atau pesan-pesan sejarah di dalamnya, kita memerlukan kemampuan untuk menangkap pesan-pesan yang tersirat sebagai ibarat.
Indonesia merupakan negara kesatuan dengan masyarakat yang mayoritas beragama Islam (muslim), dan merupakan negara dengan mayoritas terbesar ummat muslim di dunia. Berdasarkan data dari Sensus Penduduk pada tahun 2010 menunjukkan bahwa 87,18 % atau 207 juta jiwa dari total 238 juta jiwa penduduk Indonesia beragama Islam. Walaupun Islam adalah agama mayoritas, tetapi negara kita ini tidak berasaskan Islam.
Pada tulisan ini, saya akan membahas seputar sejarah bagaimana agama islam bisa masuk dan berkembang di Indonesia sampai saat ini.
Tiga Teori Masuknya Islam ke Indonesia
Terdapat tiga teori tentang masuknya agama Islam ke Indonesia yakni Teori Gujarat, Teori Makkah, dan Teori Persia. Ketiga teori tersebut, saling mengemukakan perspektif kapan masuknya Islam, asal negara, penyebar atau pembawa Islam ke Indonesia.
Ketiga teori ini pun sebenarnya tidak membicarakan masuknya agama Islam ke tiap pulau-pulau di Indonesia, melainkan hanya menganalisis masuknya agama Islam ke Sumatera dan Jawa, karena kedua wilayah ini merupakan sampel untuk wilayah Indonesia lainnya. Dengan kata lain, masuknya agama Islam ke pulau tersebut menentukan perkembangan Islam ke pulau lainnya. Berikut ini adalah ketiga teori tersebut:
Teori Gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari Gujarat pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M. Gujarat ini terletak di India bagian barat, berdekatan dengan Laut Arab.
Tokoh yang menyosialisasikan teori ini kebanyakan adalah sarjana dari Belanda. Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah J. Pijnapel dari Universitas Leiden pada abad ke-19. Menurutnya, orang-orang Arab bermazhab Syafei telah bermukim di Gujarat dan Malabar sejak awal Hijriyyah (abad ke7 Masehi), namun yang menyebarkan Islam ke Indonesia menurut Pijnapel bukanlah dari orang Arab langsung, melainkan pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam dan berdagang ke dunia timur, termasuk Indonesia.
Dalam perkembangan selanjutnya, teori Pijnapel ini diamini dan disebarkan oleh seorang orientalis terkemuka Belanda, Snouck Hurgronje. Menurutnya, Islam telah lebih dulu berkembang di kota-kota pelabuhan Anak Benua India.
Orang-orang Gujarat telah lebih awal membuka hubungan dagang dengan Indonesia dibanding dengan pedagang Arab. Dalam pandangan Hurgronje, kedatangan orang Arab terjadi pada masa berikutnya. Orang-orang Arab yang datang ini kebanyakan adalah keturunan Nabi Muhammad yang menggunakan gelar “sayid” atau “syarif ” di depan namanya.
Teori Gujarat kemudian juga dikembangkan oleh J.P. Moquetta (1912) yang memberikan argumentasi dengan batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada tanggal 17 Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai, Aceh. Menurutnya, batu nisan di Pasai dan makam Maulanan Malik Ibrahim yang wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama dengan nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat.
Moquetta akhirnya berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat. Alasan lainnya adalah kesamaan mazhab Syafi’i yang di anut masyarakat muslim di Gujarat dan Indonesia.
Dalam perkembangannya, teori Gujarat dibantah oleh banyak ahli. Bukti-bukti yang lebih akurat seperti berita dari Arab, Persia, Turki, dan Indonesia memperkuat keterangan bahwa Islam masuk di Indonesia bukan dibawa pedagang Gujarat.
Sejarawan Azyumardi Azra menjelaskan bahwa Gujarat dan kota-kota di anak benua India hanya tempat persinggahan bagi pedagang Arab sebelum melanjutkan perjalanan ke Asia Tenggara dan Asia Timur. Selain itu, pada abad XII-XIII Masehi wilayah Gujarat masih dikuasai pengaruh Hindu yang kuat.
Dari berbagai argumen teori Gujarat yang dikemukakan oleh beberapa sejarawan, ahli antropologi, dan ahli ilmu politik, analisis mereka terlihat Hindu Sentris, karena beranggapan bahwa seluruh perubahan sosial, politik, ekonomi, budaya dan agama di Indonesia tidak mungkin terlepas dari pengaruh India.
Teori Gujarat ini tentu terdapat kelemahannya, bila dibandingkan dengan Teori Makkah. Untuk mengetahui lebih lanjut, di bawah ini akan dibahas tentang pandangan Teori Makkah.
2. Teori Makkah
Teori Makkah mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia adalah langsung dari Makkah atau Arab. Proses ini berlangsung pada abad pertama Hijriah atau abad ke-7 M. Tokoh yang memperkenalkan teori ini adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau HAMKA, salah seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia.
Hamka mengemukakan pendapatnya ini pada tahun 1958, saat orasi yang disampaikan pada dies natalis Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Ia menolak seluruh anggapan para sarjana Barat yang mengemukakan bahwa Islam datang ke Indonesia tidak langsung dari Arab. Bahan argumentasi yang dijadikan bahan rujukan HAMKA adalah sumber lokal Indonesia dan sumber Arab.
Menurutnya, motivasi awal kedatangan orang Arab tidak dilandasi oleh nilai nilai ekonomi, melainkan didorong oleh motivasi spirit penyebaran agama Islam. Dalam pandangan Hamka, jalur perdagangan antara Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum tarikh masehi.
Dalam hal ini, teori HAMKA merupakan sanggahan terhadap Teori Gujarat yang banyak kelemahan. Ia malah curiga terhadap prasangka-prasangka penulis orientalis Barat yang cenderung memojokkan Islam di Indonesia.
Penulis Barat, kata HAMKA, melakukan upaya yang sangat sistematik untuk menghilangkan keyakinan negeri-negeri Melayu tentang hubungan rohani yang mesra antara mereka dengan tanah Arab sebagai sumber utama Islam di Indonesia dalam menimba ilmu agama.
Dalam pandangan HAMKA, orang-orang Islam di Indonesia mendapatkan Islam dari orang- orang pertama (orang Arab), bukan dari hanya sekadar perdagangan. Pandangan HAMKA ini hampir sama dengan Teori Sufi yang diungkapkan oleh A.H. Johns yang mengatakan bahwa para musafirlah (kaum pengembara) yang telah melakukan islamisasi awal di Indonesia. Kaum Sufi biasanya mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mendirikan kumpulan atau perguruan tarekat.
Terdapat fakta menarik dalam hal pelayaran bangsa Arab yang ditulis oleh T.W. Arnold. Dinyatakan bahwa bangsa Arab sejak abad ke-2 sebelum Masehi telah menguasai perdagangan di Ceylon. Jika kita hubungkan dengan penjelasan kepustakaan Arab Kuno yang menyebutkan Al-Hind berarti India atau pulau-pulau sebelah timurnya sampai ke Cina, dan Indonesia pun disebut sebagai pulau-pulau Cina, besar kemungkinan pada abad ke-2 SM bangsa Arab telah sampai ke Indonesia.
Hanya penyebutannya sebagai pulau-pulau Cina atau Al-Hind. Bila memang benar telah ada hubungan antara bangsa Arab dengan Indonesia sejak abad ke-2 SM, maka bangsa Arab merupakan bangsa asing pertama yang datang ke Nusantara.
Teori Persia mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari daerah Persia atau Parsi (kini Iran). Pencetus dari teori ini adalah Hoesein Djajadiningrat, sejarawan asal Banten. Dalam memberikan argumentasinya, Hoesein lebih menitikberatkan analisisnya pada kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Parsi dan Indonesia.
Kesamaan budaya ini dapat dilihat pada masyarakat Islam Indonesia antara lain:
peringatan 10 Muharram atau Asyura sebagai sebagai hari suci kaum Syiah atas kematian Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad, seperti yang berkembang dalam tradisi tabut di Pariaman di Sumatera Barat. Istilah “tabut” (keranda) diambil dari bahasa Arab yang ditranslasi melalui bahasa Parsi.
Kedua, Tradisi lainnya adalah ajaran mistik yang banyak kesamaan, misalnya antara ajaran Syekh Siti Jenar dari Jawa Tengah dengan ajaran sufi Al-Hallaj dari Persia. Bukan kebetulan, keduanya mati dihukum oleh penguasa setempat karena ajaran-ajarannya dinilai bertentangan dengan ketauhidan Islam (murtad) dan membahayakan stabilitas politik dan sosial.
Ketiga, penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja bahasa Arab, untuk tanda-tanda bunyi harakat dalam pengajian Al-Qur’an tingkat awal. Huruf Sin yang ridak bergigi berasal dari Persia, sedangkat Sin bergigi berasal dari Arab.
Keempat, nisan pada makam Malikus Saleh (1297) dan makam Malik Ibrahim (1419) di Gresik dipesan dari Gujarat. Dalam hal ini, Teori Persia memiliki kesamaan mutlak dengan teori Gujarat.
Kelima, Alasan lain yang dikemukakan Hoesein yang sejalan dengan teori Moquetta, yaitu ada kesamaan seni kaligrafi pahat pada batu-batu nisan yang dipakai di kuburan Islam awal di Indonesia. Kesamaan lain adalah bahwa umat Islam Indonesia menganut mazhab Syafei, sama seperti kebanyak muslim di Iran.
Namun, teori ini sukar untuk diterima oleh K.H. Saifuddin Zuhri sebagai salah satu peserta seminar (1963). Alasan yang dikemukakannya adalah jika kita berpedoman kepada masuknya agama Islam ke Indonesia pada abad ke-7, hal ini berarti terjadi pada masa kekuasaan Khalifah Ummayah. Saat itu kepemimpinan Islam di bidang politik, ekonomi, dan kebudayaan berada di tangan bangsa Arab, sedangkan pusat pergerakan Islam berkisar di Makkah, Madinah, Damaskus, dan Baghdad, Jadi belum mungkin Persia menduduki kepemimpinan dunia Islam.
Dari uraian di atas dapat kita lihat perbedaan dan persamaan ketiga teori Gujarat, Makkah, dan Persia sebagai berikut:
Antara Teori Gujarat dan Persia terdapat kesamaan pandangan mengenai masuknya agama Islam ke Indonesia yang berasal dari Gujarat. Perbedaannya terletak pada teori Gujarat yang melihat ajaran agama Islam mempunyai kesamaan ajaran dengan Mistik di India, sedangkan teori Persia memandang adanya kesamaan ajaran sufi di Indonesia dengan di Persia. Gujarat dipandangnya sebagai daerah yang dipengaruhi oleh Persia, dan menjadi tempat singgah ajaran Syi’ah ke Indonesia.
Dalam hal memandang Gujarat sebagai tempat singgah bukan pusat, sependapat dengan Teori Makkah. Tetapi teori Makkah memandang Gujarat sebagai tempat singgah perjalanan perdagangan laut antara Indonesia dengan Timur Tengah, sedangkan ajaran Islam diambilnya dari Makkah atau dari Mesir.
Walaupun dari ketiga teori ini tidak dapat titik temu, namun mempunyai persamaan pandangan yakni Islam sebagai agama yang dikembangkan di Indonesia melalu jalan damai.
Itulah tulisan saya kali ini, semoga bermanfaat, semua tulisan yang saya sampaikan tergantung anda memandangnya dan itulah hak anda. Terima kasih sudah membaca tulisan ini yang jauh dari kata sempurna ini.

Masa Hindu Buddha

Proses masuk dan berkembangnya pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia
               Pada permulaan tarikh masehi, di Benua Asia terdapat dua negeri besar yang tingkat peradabannya dianggap sudah tinggi, yaitu India dan Cina. Kedua negeri ini menjalin hubungan ekonomi dan perdagangan yang baik. Arus lalu lintas perdagangan dan pelayaran berlangsung melalui jalan darat dan laut. Salah satu jalur lalu lintas laut yang dilewati India-Cina adalah Selat Malaka. Indonesia yang terletak di jalur posisi silang dua benua dan dua samudera, serta berada di dekat Selat Malakam emiliki keuntungan, yaitu: 1.Sering dikunjungi bangsa-bangsa asing, seperti India, Cina, Arab, dan Persia,2.Kesempatan melakukan hubungan perdagangan internasional terbuka lebar,3.Pergaulan dengan bangsa-bangsa lain semakin luas, dan 4.Pengaruh asing masuk ke Indonesia, sepertiHindu-Budha.Keterlibatan bangsa Indonesia dalam kegiatan perdagangan dan pelayaran internasional menyebabkan timbulnya percampuran budaya. India merupakan negara pertama yang memberikan pengaruh kepada Indonesia, yaitu dalam bentuk budaya Hindu. Ada beberapa hipotesis yang dikemukakan para ahli tentang proses masuknya budaya Hindu-Buddha ke Indonesia.1. Hipotesis Brahmana Hipotesis ini mengungkapkan bahwa kaum brahmana amat berperan dalam upaya penyebaranbudaya Hindu di Indonesia. Para brahmana mendapat undangan dari penguasa Indonesia untuk menobatkan raja dan memimpin upacara-upacara keagamaan. Pendukung hipotesis ini adalah Van Leur. 2.Hipotesis Ksatria. Pada hipotesis ksatria, peranan penyebaran agama dan budaya Hindu dilakukan oleh kaum ksatria. Menurut hipotesis ini, di masa lampau di India sering terjadi peperangan antar golongan didalam masyarakat. Para prajurit yang kalah atau jenuh menghadapi perang, lantas meninggalkan India. Rupanya, diantara mereka ada pula yang sampai ke wilayah Indonesia. Mereka inilah yang kemudian berusaha mendirikan koloni-koloni barusebagai tempat tinggalnya. Di tempat itu pula terjadi proses penyebaran agama dan budayaHindu. F.D.K. Bosch adalah salah seorang pendukung hipotesis ksatria.3. Hipotesis Waisya Menurut para pendukung hipotesis waisya, kaum waisya yang berasal dari kelompok pedagang telah berperan dalam menyebarkan budaya Hindu ke Nusantara. Para pedagang banyak berhubungan dengan para penguasa beserta rakyatnya. Jalinan hubungan itu telah membuka peluang bagi terjadinya proses penyebaran budaya Hindu. N.J.Krom adalah salah satu pendukung dari hipotesis waisya 4. Hipotesis Sudra, Von van Faber mengungkapkan bahwa peperangan yang tejadi di India telah menyebabkan golongan sudra menjadi orang buangan. Mereka kemudian meninggalkan India dengan mengikuti kaum waisya. Dengan jumlah yang besar, diduga golongan sudralah yang memberi andil dalam penyebaran budaya Hindu ke Nusantara.
Selain pendapat di atas, para ahli menduga banyak pemuda di wilayah Indonesia yang belajar agama Hindu dan Buddha ke India. Di perantauan mereka mendirikan organisasi yang disebut Sanggha. Setelah memperoleh ilmu yang banyak,mereka kembali untuk menyebarkannya. Pendapat semacam ini disebut Teori Arus Balik.
                  Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha berkat hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir Budha Pahyien. Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I-Tsing mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Tengah dan Kamboja. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada, berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan pembentukan kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.
Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad ke-12, melahirkan kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang ekspansionis, seperti Samudera Pasai di Sumatera dan Demak di Jawa. Munculnya kerajaan-kerajaan tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Sriwijaya dan Majapahit, sekaligus menandai akhir dari era ini.

Peradaban Awal di Indonesia

pengertian praaksara


pembabakan masa praaksara

Pra aksara berasal dari kata “pra” yang berarti sebelum, dan “aksara” tulisan.Jadi masa Praaksara berarti masa atau zaman dimana manusia belum mengenal tulisan. Masa pra aksara  disebut juga masa Nirleka.Kata Nirleka berasal dari kata “Nir” yang berarti tanpa, dan “leka” yang berarti tulisan. Pada perkembangannya, sejarawan lebih memilih menggunakan istilah Praaksara dibandingkan dengan istilah Prasejarah. Penggunaan istilah prasejarah untuk menggambarkan perkembangan kehidupan dan budaya manusia saat manusia belum mengenal tulisan kurang tepat, karena istilah prasejarrah berarti manusia belum mengenal sejarah.Padahal dalam kenyataannya istilah sebelum ada sejarah berarti sebelum ada aktivitas kehidupan manusia, walaupun kenyataannya manusia belum mengenal tulisan tetapi manusia pada saat itu sudah memiliki sejarah dan menghasilkan kebudayaan.
Oleh karena itu istilah praaksara lebih tepat digunakan untuk menggambarkan manusia belum mengenal tulisan dibanding istilah prasejarah.Masa praaksara berakhir pada saat manusia sudah mulai mengenal tulisan.Berakhirnya masa praaksara di tiap negara berbeda-beda.Di Mesir manusia mengenal tulisan sejak  abad ke 5-3 Sebelum Masehi. Di Indonesia manusia mulai mengenal tulisan sekitar abad ke 4-5 M, dibuktikan dengan adanya penemuan yupa peninggalan Kerajaan Kutai di Muara Kaman, Kalimantan Timur

Konsep Periode Praaksara di Indonesia

Mempelajari periode praaksara di Indonesia di lakukan dengan mempertahankan 2 konsep, yaitu konsep Diakronis dan Sinkronis. Diakronis berasal dari bahasa latin yaitu “dia” dan “chronich”, Dia berarti melalui dan chronich berarti waktu. Dengan demikian konsep diakronis berarti konsep yang lebih mengutamakan waktu. Topik yang bersifat diakronis dibahas berdasarkan urutan waktu atau kronologis. Konsep diakronis, misalnya pembahasan kehidupan palaeolitikum, mesolitikum, neolitikum, megalitikum. Konsep berfikir Sinkronis, berarti periode praaksara dapat dikaji secara luas dari berbagai sudut pandang, seperti ekonomi, sosial, budaya, dan kepercayaan. Contoh materi sejarah yang dikaji dari konsep sinkronis yaitu peristiwa pada periode berburu dan mengumpulkan makanan. Dapat dikaji dari sudut pandang ilmu-ilmu lain seperti ekonomi, sosial dan budaya.

Pembabakan Masa Praaksara

Pembabakan Masa Praaksara berdasarkan Arkeologi

1. Zaman Batu
zaman batu
zaman ini disebut zaman batu, karena sebagian besar peralatan yang ditemukanpada zaman ini terbuat dari batu. Zaman Batu dibagi menjadi bebeerapa zaman, yaitu sebagai berikut

A. Zaman Paleolitikum (Zaman Batu Tua)

Zaman ini berlangsung selama pleistosen  akhir sekitar 600.000 tahun yang lalu
Manusia pada zaman ini masih Nomaden
Pada zaman ini manusia sudah menggunakan perkakas atau peralatan yang masih sangat  sederhana dan primitif
ciri-ciri benda peninggalan Paleolitikum antara  lain alat-alat batu yang masih dibuat secara  kasar dan cara             pembuatannya tidak di asah (di haluskan)

B. Zaman Mesolitikum (Zaman Batu Tengah)

Zaman ini berlangsung sekitar 10.000 tahun yang lalu
Zaman ini disebut juga zaman “Mengumpulkan Makanan”   atau Food Gathering
Manusia yang hidup pada zaman ini sudah mulai menetap
ciri-ciri peninggalan benda manusia pada zaman ini masih seperti Paleolitikum

C. Zaman Neolitikum (Zaman Batu Muda)

Di Indonesia, zaman ini terjadi sekitar tahun 1500 SM
Cara hidup manusia pada zaman ini mengalami peningkatan yang pesat yaitu mereka sudah bisa menghasilkan makanan sendiri atau “Food Producing”
Manusia yang hidup pada zaman ini sudah menetap, mereka sudah membangun rumah-rumah panggung yang berfungsi untuk menghindari bahaya binatang buas
Manusia pada zaman ini sudah mulai bercocok tanam

D. Zaman Megalitikum ( Zaman Batu Besar )

Pada zaman ini manusia sudah mengenal kepercayaan animisme dan dinamisme
Animisme  adalah kepercayaan terhadap roh nenek moyang yang mendiami benda-benda seperti pohon, batu, sungai, gunung, dan sebagainya
Dinamisme adalah bentuk kepercayaan bahwa segala sesuatu memiliki kekuatan atau tenaga gaib yang berpengaruh terhadap keberhasilan

2. Zaman Logam
zaman logam
Zaman logam atau masa perundagian berlangsung ketika manusia Praaksara sudah mampu membuat peralatan logam. Zaman ini disebut zaman perundagian karena dalam masyarakat ini timbul golongan Undagi yang terampil melakukan pekerjaan tangan. Zaman logam terbagi menjadi zaman tembaga, zaman perunggu, dan zaman besi. Kepandaian melebur tembaga dan besi berasal dari budaya Dongson di Teluk Tonkin ( Vietnam ). Mereka sudah melebur dan mencetak logam menjadi alat-alat yang di inginkannya. Kebudayaan Zaman perunggu merupakan hasil asimilasi antara masyarakat asli Indonesia ( Proto Melayu ) dan Bangsa Mongoloid yang membentuk Ras Deutro Melayu ( melayu muda ). Di kawasan Asia Tenggara, penggunaan Logam dimulai sekitr tahun 3000-2000 SM. Alat-alat besi yang di temukan di Indonesia berupa alat-alat keperluans ehari-hari seperti pisau, sabit, mata kapak, pedang dan mata tombak

Pembabagan masa Praaksara berdasarkan Geologi

1. Zaman Arkeozoikum / Azoikum

Azoikum artinya masa kehidupan purba
 Masa ini merupakan awal pembentukan Bumi

2. Zaman Paleozoikum

Paleozoikum berarti Masa kehidupan Awal
Pada masa ini mulai adanya kehidupan, yang ditandai munculnya kehidupan mikroorganisme bersel tunggal

3. Zaman Mesozoikum

Masa Mesozoikum atau zaman sekunder adalah masa keberadaan makhluk hidup yang beraneka ragam
Pada masa ini kondisi Bumi sudah mulai stabil
Iklim sudah mulai bersahabat dan curah hujan mulai menurun
Masa Mesozoikum merupakan awal kemunculan binatang reptil yang berukuran besar, seperti Tyranosaurus, brontosaurus dan sebagainya.Masa Mesozoikum terbagi menjadi 3 periode yaitu:
a. Periode Trias
Pada masa ini kondisi bumi menjadi kering dan tidak subur
b.  Periode Jura
Pada periode ini, reptil-reptil besar berkembang menjadi       penguasa daratan
c. Periode Kapur
Pada periode ini, reptil-reptil besar mengalami kepunahan     karena terjadi perubahan iklim yang drastis

4. Zaman Neozoikum

Masa Neozoikum di kenal dengan zaman kehidupan baru
Penyebutan ini didasarkan pada kepunahan binatan-binatang     raksasa dan awal kemunculan jenis kehidupan baru yang mirip dengan makhluk hidup seperti sekarang ini
Zaman Neozoikum terbagi menjadi 2 yaitu Zaman Tersier dan   Zaman Kuarter
Zaman tersier merupakan zaman yang ditandai dengan munculnya primata dan burung tidak bergigi yang berukuran besar seperti burung unta
Zaman Kuarter dibagi lagi menjadi 2, yaitu Pleistosen dan Holosen