Kamis, 28 Februari 2019

Hikmah Ibadah Haji, Zakat, dan Wakaf dalam Kehidupan



A.     Memahami Makna Haji, Zakat, dan Wakaf
a.      Pengertian Haji
Kata haji berasal dari bahasa Arab yang artinya menyengaja atau menuju. Maksudnya adalah sengaja mengunjungi Baitullah (Ka’bah) di Mekah untuk melakukan ibadah kepada Allah Swt. pada waktu tertentu dan dengan cara tertentu secara tertib. Adapun yang dimaksud waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang dimulai dari bulan Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan Zulhijah. Puncak pelaksanaan ibadah haji pada tanggal 9 Zulhijah yaitu saat dilangsungkannya ibadah wukuf di padang Arafah. Adapun amal ibadah tertentu ialah thawaf, sa’I, wukuf, mabit di Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di Mina, dan lain-lain.
Menurut istilah, haji adalah sengaja mengunjungi Ka’bah dengan niat beribadah pada waktu tertentu dengan syarat-syarat dan dengan cara-cara tertentu pula. Haji juga diartikan menyengaja ke Mekah untuk menunaikan ibadah thawaf, sa’I, wukuf di Arafah dan menunaikan rangkaian manasik dalam rangka memenuhi perintah Allah Swt. dan mencari ridha-Nya.
b.      Hukum Haji
Hukum melaksanakan ibadah haji adalah wajib bagi yang mampu melaksanakannya, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 97. Allah Swt. berfirman :


Artinya : “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (diantaranya) maqam Ibrahim; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (Q.S. Ali Imran/3:97)
Kewajiban haji adalah sekali dalam seumur hidup. Apabila ada yang melaksanakan haji lebih dari sekali, hukumnya sunah. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra. sebagai berikut.
“Rasulullah saw. berkhutbah kepada kami, beliau berkata, ‘Wahai sekalian manusia, telah diwajibkan haji atas kamu sekalian.’ Lalu al-Aqra bin Jabis berdiri kemudian berkata, ‘Apakah kewajiban haji setiap tahun ya Rasulullah?’ Nabi menjawab, ‘Sekiranya kukatakan ya, tentulah menjadi wajib, dan sekiranya diwajibkan, engkau sekalian tidak akan mampu. Ibadah haji itu sekali saja. Siapa yang menambahi itu berarti perbuatan sukarela saja.”
c.       Syarat dan Rukun Haji
Syarat haji terbagi ke dalam dua bagian, yaitu syarat wajib haji dan syarat sah haji. Syarat haji ialah perbuatan-perbuatan yang harus dipenuhi sebelum ibadah haji dilaksanakan. Apabila syarat-syaratnya tidak terpenuhi, gugurlah kewajiban haji seseorang.
Syarat wajib haji :
1)      Islam
2)      Berakal (tidak gila)
3)      Baligh
4)      Ada muhrimnya
5)      Mampu dalam segala hal (misalnya dalam hal biaya, kesehatan, keamanan, dan nafkah bagi keluarga yang ditinggalkan)
Syarat sah haji :
1)      Islam
2)      Baligh
3)      Berakal
4)      Merdeka
Adapun rukun haji adalah perbuatan-perbuatan yang harus dilaksanakan atau dikerjakan sewaktu melaksanakan ibadah haji. Maka apabila ditinggalkan, ibadah hajinya tidak sah. Adapun rukun haji adalah sebagai berikut.
1)      Ihram
Ihram adalah berniat mengerjakan haji atau umrah yang ditandai dengan mengenakan pakaian ihram yang berwarna putih dan membaca lafadz, “Labbaika Allahumma hajjan.” (bagi yang akan melaksakan ibadah haji), dan membaca lafadz, “Labbaika Allahumma umratan.” (bagi yang berniat umrah).
2)      Wukuf
Wukuf, yaitu hadir di padang Arafah pada tanggal 9 Djulhijjah dari tergelincirnya matahari hingga terbenam. Wukuf adalah bentuk pengasingan diri yang merupakan gambaran bagaimana kelak manusia dikumpulkan di padang Mahsyar.
Wukuf yang dicontohkan Rasulullah saw. diawali dengan shalat berjama’ah dzuhur dan ashar dengan jama’ takdim qashar. Setelah itu, dilanjutkan dengan khutbah guna memberikan bimbingan wukuf, seruan-seruan ibadah, dan memanjatkan doa kepada Allah Swt.
Pelaksanaan wukuf di Arafah hanya terjadi sekali dalam setahun, yaitu setelah matahari tergelincir (melewati pukul 12 siang) pada tanggal 9 Dzulhijjah bila pada waktu tersebut jamaah tidak wukuf, maka hajinya tidak sah.
3)      Thawaf
Thawaf adalah berputar mengelilingi Ka’bah dan dilakukan secara berlawanan dengan arah jarum jam dengan posisi Ka’bah di sebelah kiri badan. Thawaf dimulai dari Hajar Aswad dan diakhiri di Hajar Aswad pula, dilakukan sebanyak tujuh kali putaran.
Para ulama sepakat bahwa thawaf ada tiga macam, yaitu :
a)      Thawaf Qudum, yaitu thawaf yang dilakukan ketika jamaah haji baru tiba di Mekah.
b)      Thawaf Ifadhah, yaitu thawaf yang dilakukan pada hari qurban setelah melontar jumrah aqabah. Inilah thawaf yang wajib dilakukan pada waktu haji. Apabila ditinggalkan, maka hajinya batal.
c)      Thawaf Wada’, yaitu thawaf perpisahan bagi jamaah yang akan meninggalkan Mekah.
Adapun Thawaf Sunnah adalah thawaf yang dilakukan kapan saja sesuai dengan kemampuan jamaah.
Syarat sah Thawaf
(1)   Niat
(2)   Menutup aurat
(3)   Suci dari hadas
(4)   Dilakukan sebanyak tujuh kali putaran
(5)   Dimulai dan diakhiri di Hajar Aswad
(6)   Posisi Ka’bah disebelah kiri orang yang berthawaf
(7)   Dilaksanakan didalam Masjidil Haram
4)      Sa’i
Sa’i adalah berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan bukit Marwah sebanyak tujuh kali yang dimulai dari bukit Shafa dan berakhir di bukit Marwah. Sa’i dilakukan setelah pelaksanaan ibadah thawaf.
Syarat sah sa’i
a)      Dilakukan sebanyak tujuh kali putaran (berawal di bukit Shafa dan berakhir di bukit Marwah)
b)      Dilakukan setelah thawaf ifadhah atau setelah thawaf qudum.
c)      Menjalani secara sempurna jarak Shafa - Marwah dan Marwah – Shafa
d)      Dilakukan ditempat sa’i
5)      Tahallul
Tahallul adalah mencukur atau memotong rambut kepala sebagian atau seluruhnya minimal tiga helai rambut. Tahallul dilakukan setelah melontar jumrah aqabah pada tanggal 10 Dzulhijjah, yang disebut dengantahallul awwal. Setelah jamaah melakukan tahallul awwal ini larangan-larangan haji kembali dibolehkan kecuali berhubungan suami istri. Tahallul tsani dilakukan setelah thawaf ifadhah dan sa’i.
6)      Tertib
Tertib yaitu berurutan dalam pelaksanaan mulai ihram hinggal tahallul.
d.      Jenis Haji
1)      Haji Tamattu’
Haji Tamattu’ yaitu melaksanakan umrah terlebih dahulu kemudian menggunakan pakaian ihram lagi untuk melaksanakan manasik haji. Pelaksanaan haji jenis ini diwajibkan membayar dam atau berpuasa sepuluh hari, yaitu tiga hari pada waktu ditanah suci dan tujuh hari setelah kembali ke tanah air.
2)      Haji Ifrad
Haji Ifrad adalah berihram dan berniat dari miqat hanya untuk haji. Dengan kata lain, mengerjakan haji terlebih dahulu kemudian mengerjakan umrah. Semenjak jama’ah tiba di Mekkah, mereka tidak boleh melepas kain ihram hingga tiba hari raya Idul Adha atau setelah pelontaran jumrah aqabah. Jemaah yang melaksanakan ibadah haji ifrad tidak diwajibkan membayar dam.
3)      Haji Qiran
Haji Qiran adalah melaksanakan haji dan umrah dengan satu kali ihram. Artinya, apabila seorang jamaah haji memilih jenis haji ini, maka jamaah tersebut berihram dari miqat untuk haji dan umrah secara bersamaan. Jamaah yang melakukan jenis haji ini diwajibkan memotong hewan qurban.
e.      Keutamaan Haji
1)      Haji merupakan amal paling utama
2)      Haji merupakan jihad
3)      Haji menghapus dosa
4)      Pahala ibadah haji adalah surge

2.      Zakat
a.      Pengertian Zakat
Zakat menurut bahasa (lughat) artinya tumbuh, suci, dan berkah. Menurut istilah, zakat adalah pemberian yang wajib diberikan dari harta tertentu, menurut sifat-sifat dan ukuran kepada golongan tertentu. Zakat merupakan salah satu dari lima rukun Islam dan disebutkan secara beriringan dengan kata salat pada 82 ayat didalam Al-Qur’an.
b.      Hukum Zakat
Allah Swt. telah menetapkan hukum wajib atas zakat sebagaimana dijelaskan didalam Al-Qur’an, Sunah Rasul-Nya, dan ijma’ para ulama.
Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 43 :


Artinya : “dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.”
Dalam Kitab Al-Ausath dan Ash-Shagir, Imam Thabrani meriwayatkan dari Ali ra. bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda :
Artinya : “Allah Swt. mewajibkan zakat pada harta orang-orang kaya dari kaum muslimin sejumlah yang dapat memberikan jaminan kepada orang-orang miskin dikalangan mereka. Fakir miskin tidak akan menderita kelaparan dan kesulitan sandang pangan melainkan disebabkan perbuatan golongan orang kaya. Ingatlah bahwa Allah Swt. akan mengadili mereka secara tegas dan menyiksa mereka dengan azab yang pedih akibat perbuatannya itu.” (H.R. Thabrani)
c.       Syarat dan Rukun Zakat
Syarat dalam ibadah zakat, yaitu syarat yang berkaitan dengan subjek zakat/muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) dan objek zakat (harta yang dizakati).
1)      Syarat zakat yang berhubungan dengan subjek atau pelaku (muzakki : orang yang terkena wajib zakat) adalah sebagai berikut.
a)      Islam
b)      Merdeka
c)      Baligh
d)      Berakal
2)      Syarat-syarat yang berhubungan dengan jenis harta (sebagai objek zakat) adalah sebagai berikut.
a)      Milik penuh
Artinya, penuhnya pemilikan, maksudnya bahwa kekayaan itu harus berada dalam control dan dalam kekuasaan yang memiliki, (tidak bersangkut didalamnya hak orang lain), baik kekuasaan pendapatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya.
b)      Berkembang
Artinya harta itu berkembang, baik secara alami berdasarkan sunatullah maupun bertambah karena ikhtiar manusia.
c)      Mencapai nisab
Artinya mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan zakatnya.
d)      Lebih dari kebutuhan pokok
Artinya harta yang dimiliki oleh seseorang itu melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan keluarganya untuk hidup wajar sebagai manusia.
e)      Bebas dari hutang
Artinya harta yang dimiliki oleh seseorang itu bersih dari hutang, baik hutang kepada Allah Swt. (nazar atauwasiat) maupun hutang kepada sesame manusia.
f)       Berlaku setahun/haul
Suatu milik dikatakan genap setahun menurut al-Jazaili dalam kitabnya Tanyinda al-Haqa’iq syarh Kanzu Daqa’iq, yakni genap satu tahun dimiliki.
Adapun yang termasuk rukun zakat adalah sebagai berikut.
1)      Pelepasan atau pengeluaran hak milih pada sebagian harta yang dikenakan wajib zakat.
2)      Penyerahan sebagian harta tersebut dari orang yang mempunyai harta kepada orang yang bertugas atau orang yang mengurusi zakat (amil zakat).
3)      Penyerahan amil kepada orang yang berhak menerima zakat sebagai milik.
d.      Hikmah dan Keutamaan Ibadah Zakat
Didalam Al-Qur’an surah At-Taubah/9:103 Allah Swt. berfirman, “Ambillah (sebagian) dari harta mereka menjadi sedekah (zakat), dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka…” (Q.S. At-Taubah/9:103)
Dari penjelasan ayat diatas, bahwa tujuan zakat adalah untuk membersihkan mereka (pemilik harta) dari penyakit kikir dan serakah, sifat-sifat tercela serta kejam terhadap fakir miskin, orang-orang yang tidak memiliki harta, dan sifat-sifat hina lainnya. Disisi lain, zakat juga untuk menyucikan jiwa orang-orang berharta, menumbuhkan dan mengangkat derajatnya dengan berkah dan kebajikan, baik dari segi moral maupun amal. Hingga demikian, orang tersebut akan mendapatkan kebahagiaan, baik didunia maupun diakhirat.

3.      Wakaf
a.      Pengertian Wakaf
Kata Wakaf berasal dari bahasa Arab yang berarti menahan (al-habs) dan mencegah (al-man’u). artinya menahan untuk dijual, dihadiahkan, atau diwariskan. Berdasarkan istilah syar’I wakaf adalah ungkapan yang diartikan penahanan harta milik seseorang kepada orang lain atau kepada lembaga dengan cara menyerahkan benda yang bersifat kekal kepada masyarakat untuk diambil manfaatnya.
b.      Hukum Wakaf
Wakaf hukumnya sunnah. Namun, bagi pemberi wakaf (wakif) merupakan amaliah sunnah yang sangat besar manfaatnya. Karena bagi wakif merupakan sadaqah jariyah.
Beberapa dalil tentang ibadah wakaf diantaranya sebagai berikut.
1)      Q.S. Ali ‘Imran/3:92


Artinya : “Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Swt. Maha Mengetahui.” (Q.S. Ali ‘Imran/3:92)
2)      Hadits Rasulullah saw. riwayat oleh Bukhari dan Muslim
Artinya : “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Apabila seseorang meninggal, maka amalannya terputus kecuali tiga perkara sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Mengenai sadaqah jariyah pada hadits diatas, ulama telah sepakat bahwa yang dimaksud dengan sadaqah jariyahdalam hadits tersebut adalah wakaf.
c.       Rukun dan Syarat Wakaf
Rukun wakaf ada empat, yaitu orang yang berwakaf, benda yang diwakafkan, orang yang menerima wakaf, dan ikrar.
1)      Orang yang berwakaf (al-wakif), syarat-syaratnya :
a)      Memiliki penuh harta itu, dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada siapa yang ia kehendaki.
b)      Berakal, maksudnya tidak sah wakaf dari orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk.
c)      Baligh.
d)      Bertindak secara hukum (rasyid). Orang bodoh, orang yang sedang bangkrut (muflis), dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
2)      Benda yang diwakafkan (al-mauquf), syarat-syaratnya :
a)      Barang yang diwakafkan itu harus barang yang berharga.
b)      Harta yang diwakafkan harus diketahui kadarnya, apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), pengalihan milik ketika itu tidak sah.
c)      Harta yang diwakafkan harus milik oleh orang yang berwakaf (wakif).
d)      Harta harus berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut dengan istilah gairasai’.
3)      Orang yang menerima manfaat wakaf (almauquf’alaihi) atau sekelompok orang/badan hukum diberi tugas mengurus dan menerima barang wakaf (nair) tersebut. Orang yang menerima wakaf diklasifikasikan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
a)      Tertentu (mu’ayyan), artinya orang yang menerima wakaf jelas jumlahnya. Persyaratan bagi orang yang menerimawakaf tersebut (almawqufmu’ayyan) adalah orang yang boleh memiliki harta (ahlanlialtamlik). Dengan demikian, orang muslim, merdeka, dan kafirimni (nonmuslim yang bersahabat) yang memenuhi syarat tersebut, boleh memiliki harta wakaf. Orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah untuk menerima wakaf.
b)      Tidak tertentu (gairamu’ayyan), artinya berwakaf itu tidak ditentukan kriterianya secara rinci. Syarat-syarat yang berkaitan dengan gairamu’ayyan, yaitu yang menerima wakaf hendaklah dapat menjadikan wakaf tersebut untuk kebaikan, dan dengan wakaf dapat mendekatkan diri kepada Allah Swt. hal ini ditujukan hanya untuk kepentingan Islam saja.
d.      Lafadz atau Ikrar Wakaf (Sighat)
a)      Ucapan ikrar wakaf harus mengandung kata-kata yang menunjukkan kekalnya (ta’bid), tidak sah wakaf jika ucapannya dengan batas waktu tertentu.
b)      Ucapan ikrar wakaf dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan, atau digantungkan kepada syarat tertentu.
c)      Ucapan ikrar wakaf bersifat pasti.
d)      Ucapan ikrar wakaf tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan.
Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi, maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerimawakaf sah. Pewakaf (wakif) tidak dapat lagi menarik kembali kepemilikan harta tersebut karena telah berpindah kepada Allah Swt. dan penguasaan harta tersebut berpindah kepada orang yang menerima wakaf (nair). Secara umum, penerimaan wakaf (nair) dianggap pemiliknya, tetapi bersifat tidak penuh (gaira tammah).
e.      Hikmah dan Keutamaan Wakaf
Salah satu keutamaan wakaf bahwa ia akan dicatat dan dihitung sebagai amal jariyah yang pahalanya akan terus mengalir meskipun orang yang mewakafkannya meninggal dunia. Artinya, pemberi wakaf akan tetap menerima pahala selama wakafnya dimanfaatkan oleh orang lain.
f.        Harta Wakaf dan Pemanfaatan Wakaf
Sebagai contoh Umar bin Khattab ra. mewakafkan sebidang tanah di Khaibar. Khalid bin Walid ra. mewakafkan pakaian perang dan kudanya.
Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan manfaat jangka panjang, selain itu, harta wakaf mempunyai nilai ekonomi menurut syari’ah. Harta benda wakaf terdiri atas dua macam, yaitu benda tidak bergerak dan benda bergerak.
1)      Wakaf Benda Tidak Bergerak, mencakup hal-hal berikut.
a)      Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang sudah maupun yang belum terdaftar.
b)      Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri diatas tanah.
c)      Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.
d)      Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2)      Wakaf Benda Bergerak, mencakup hal-hal berikut.
a)      Wakaf uang yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syari’ah yang ditunjuk oleh Menteri Agama. Dana wakafberupa uang dapat diinvestasikan pada aset-aset financial dan pada aset riil.
b)      Logam mulia, yaitu logam dan batu mulia yang memiliki manfaat jangka panjang.
c)      Surat berharga.
d)      Kendaraan.
e)      Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). HAKI mencakup hak cipta, hak paten, merk, dan desain produk industri.
f)       Hak sewa seperti wakaf bangunan dalam bentuk rumah.
g.      Prinsip-prinsip Pengelolaan Wakaf
Menurut Syafi’I Antonio, setidaknya ada tiga filosofi dasar yang harus ditekankan ketika hendak memberdayakan wakaf. Pertama, manajemennya harus dalam bingkai ‘proyek yang terintegrasi’. Kedua, azas kesejahteraan nair. Ketiga, azas transparansi dan akuntabilitas dimana badan wakaf dan lembaga yang dibantunya harus melaporkan setiap tahun tentang proses pengelolaan dana laporannya kepada umat dalam bentuk laporan audit keuangan termasuk kewajaran dari masing-masing pos biaya.
Prinsip-prinsip pengelolaan wakaf adalah sebagai berikut.
1.      Seluruh harta benda wakaf harus diterima sebagai sumbangan dari wakif dengan status wakaf sesuai dengan syariah.
2.      Wakaf dilakukan tanpa batas waktu.
3.      Wakaf  mempunyai kebebasan memilih tujuan sebagaimana yang diperkenankan oleh syariah.
4.      Jumlah harta wakaf tetap utuh dan hanya keuntungan saja yang akan dibelanjakan untuk tujuan-tujuan yang telah ditentukan oleh wakif.
5.      Wakif dapat meminta keseluruhan keuntungannya untuk tujuan-tujuan yang telah ditentukan.

0 Comments:

Posting Komentar